Agrowisata Kelengkeng Desa Sumberagung Jadi Primadona Baru di Grobogan
NGARINGAN,wisata-grobogan.com- Anda sudah pernah berkunjung ke agrowisata klengkeng? Nih di Kabupaten
Grobogan ada agrowisata baru, tepatnya
di Dusun Ngrenjah, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan.
Lahan pertanian di sekitar wilayah hutan biasanya hanya ditanami tanaman
keras dan palawija yang memiliki nilai ekonomi sangat rendah. Namun oleh
Widodo(38), seorang petani muda dari Dusun Ngrenjah, Desa Sumberagung,
Kecamatan Ngaringan, Grobogan mengubah lahan kurang produktif
tersebut menjadi agrowisata kelengkeng. Ia melakukan terobosan baru,
setelah tanaman sebelumnya, yakni singkong gajah gagal.
“Sebelumnya saya tanami singkong gajah, hanya menyediakan bibitnya saja.
Namun saat harganya jatuh dan tidak laku, akhirnya saya mencoba menanam
kelengkeng ini. Alhamdulillah bisa seperti ini,” ungkapnya.
Di lahan seluas 5 hektar milik keluarganya, ia bersama dua saudaranya yang
lain mengelola agrowisata ini. Ratusan pohon kelengkeng berusia 6 tahun saat
ini sudah siap untuk dipanen. Pihaknya mensiasati kunjungan wisatawan petik
kelengkeng yang datang setiap hari dengan melakukan pembuahan secara tidak
bersamaan.”Kalau pembuahan tidak bareng, maka tiap hari bisa panen. Ada yang
masih berbunga, ada yang buahnya masih kecil dan ada pula yang sudah siap
petik. Saat ini yang siap petik ada sekitar 280 pohon,” ujarnya.
Jumlah pengunjung yang sangat membludak membuat pengelola
kewalahan. Pihaknya telah berupaya untuk menutup sementara agrowisata agar
ketersediaan buah siap petik melimpah. Namun antusiasme pengunjung tidak bisa
dibendung, walaupun sudah ditutup mereka memaksa untuk tetap masuk agrowisata.
“Memang jumlah pengunjung di luar dugaan kami. Sehingga buah yang siap petik
menjadi terbatas. Setiap hari libur, ribuan pengunjung datang kesini. Mau
dicegah sudah tidak bisa,” kata Widodo.
Perilaku buruk pengunjung juga disesalkan pengelola. Banyak buah yang masih
muda dipetik dan dibuang begitu saja. Bahkan ada juga pengunjung yang memetik
buah seenaknya, yakni dengan mematahkan ranting dan dahan, sehingga merusak
pohon kelengkeng. “Ya begitulah. Walaupun dari pengelola sudah melakukan
patroli dan mengingatkan pengunjung.Kita masih kecolongan juga,” ujarnya.
Widodo menambahkan, ramainya agrowisata kelengkeng membawa rejeki
tersendiri untuk warga di desanya. Selain mengelola parkir, beberapa warga juga
mendapatkan pekerjaan dadakan yakni menjadi tukang ojek dan pedagang makanan di
area agrowisata. Omset setiap harinya juga cukup mencengangkan,
pengelola bisa memperoleh omset sekitar Rp 50 juta. “Alhamdulillah bisa
meningkatkan perekonomian warga. Dengan agrowisata ini bisa sedikit membantu
mereka,” katanya.
Untuk tiket masuk, pengelola mematok Rp 15 ribu per orang, bisa makan buah
kelengkeng sepuasnya. Namun jika pengunjung ingin membawa pulang buah
kelengkeng, pengelola mematok Rp 35 ribu per kilonya. “Murah kok. Bayar Rp 15
ribu bisa makan buah kelengkeng segar sepuasnya,” ungkap Dinda, pengunjung dari
Blora.
Namun akses jalan menuju agrowisata banyak dikeluhkan pengunjung. Kondisi
jalan yang sempit dan cukup terjal membuat pengunjung harus berhati-hati saat
memacu kendaraannya. Hanya kendaraan roda dua yang bisa masuk hingga
ke lokasi. Sedangkan pengendara mobil harus jalan kaki sekitar 1
kilometer atau memanfaatkan jasa ojek warga. “Mungkin akses jalannya yang perlu
dibenahi dulu. Dalam hal ini dinas terkait harus turun tangan,” ujar Ahmad,
pengunjung yang lain. (pj)
Apakah buah klengkengnya saat ini masih berbuah.
BalasHapus